Sabtu, 07 November 2015

Sariayu | Manfaat Kunyit bagi Kulit

Diposting oleh Jus Curia Novit di 13.27 0 komentar
Sariayu | Manfaat Kunyit bagi Kulit

Senin, 17 Februari 2014

I want to be Sarjana

Diposting oleh Jus Curia Novit di 16.22 0 komentar
Rasanya kuliah lagi itu…

120 Jam di Bali

Diposting oleh Jus Curia Novit di 16.21 0 komentar


Sabtu, 28 September 2013

-         ~ Rumah Eka / Samping Red Duck Resto (10.30pm wita)
Malam itu kami 6 gadis dalam 1 mobil siap-siap untuk menuju pulau Bali demi mengikuti Test Kompetensi Dasar buat CPNS Kementerian Keuangan. Sebelumnya kami telah lolos seleksi Administrasi yang di tahap seleksi tersebut telah menggugurkan teman pintar dan teman jenius kami yaitu Dita dan Muslihat.
Sekitar jam 10.30 WITA kita kumpul di rumah Eka dengan teman-teman yang lain yaitu Melisa, Inka, Indah dan Saya sendiri. Setelah memasukkan semua barang ke bagasi, lalu kami berpamitan dan meminta doa restu. Gak henti-hentinya orang tua-orang tua kami berpesan agar kami hati-hati dan mengingatkan untuk tidak menurunkan kaca jendela mobil. Dengan senyum sederhana kami menjawab dengan sok solehah banget sembari masuk ke mobil, tapi semenjak menginjak gas pertama dan mobil mulai menjauhi rumah Eka, kami langsung bersorak riang. “Yeah!! Akhirnya BALI!!” Jujur dari kita persiapan dan rapat siangnya di KFC kami sama sekali gak ada perasaan buat bener-bener  belajar dan lulus, yang kami pikirkan hanya akhirnya kami bisa juga ke Bali bareng setelah sekian lama dari semester 3 kuliah nyusun rencana tapi gak kesampean. Justru sekarang ortu kami dengan ikhlas dan bangga merelakan anak gadis-gadis yang notabenenya  manja pergi gitu aja tanpa kawalan orang tua satupun! ABG mana yang gak excited??

 ~  Perjalanan menuju Pelabuhan Lembar
Mungkin kalau kami dirampok, dirampoklah sudah. Gimana, bayangin aja, jalanan sudah sepi tanpa penghuni dan pengendara lagi. Hanya kami. 5 cewek yang dalam satu mobil sempit-sempitan dan memiliki 1 aturan penting dalam mobil tersebut, yaitu: KALO KENTUT, BILANG!
Lagi tenang-tenangnya di perjalanan, ada yang denger lagu, ada yang sibuk dengan BBMnya yang pending, ada yang ngedumel karna sinyal lola gak bisa update status, ngePath atau ngeTweet, ada yang katanya kebelet boker (aduh) dan tentunya ada yang sibuk nyetir. Tiba-tiba kami dikejutkan oleh suaranya Melisa yang bilang “Ita jadi ikut kita weey?”… Astagaaa… kami lupa satu teman kita lagi yaitu Ita . Pantes itu anak hampir kelupaan, kita yang sudah hampir nyampai pelabuhan dia masih aja nunggu dibawah pohon beringin pake jaket dan celana jeans item, yaa mana keliataan. Kamipun putar balik, jauh banget. Setelah Ita ditemukan (sedang berdiri di bawah pohon beringin depan gang rumahnya), dia masuk ke mobil (semakin sesaklah kita). Kemudian isenglah si mpunya mobil nanya kotak item besar yg dia taro di bagasi mobil tadi apa, kalian tau apa? Oke, yang dibawa Ita bersama kami dalam mobil itu adalah TERASI, pembaca. Iya, TERASI. Sekali lagi TERASI. Oleh-oleh buat keluarganya di Bali. “YA ALLAH Itaa!” pekik kita bareng. Si Ita malah cengengesan sambil membela diri kalo Terasinya udah ditaburi kopi biar gak terlalu menyengat aromanya. Ya udeh masuk, mok gimana lagi. Kita langsung gas pol, Lembar.

-     ~ Antrian panjang di Lembar (12.00am wita)
Setelah memasuki dermaga dengan membayar Rp 738.000/mobil kami disambut lagi oleh antrian panjang. Panjaang.. dan hanya 2 unit yang mobil pribadi, kami dan mobil avanza putih berplat DK yang isinya cowo-cowo berlogat Jawa kental, sisanya Tronton dan Pick Up. Saya masih ingat pick up di depan mobil kami itu membawa balok-balok es yang dijual untuk mengawetkan mayat. Hii..
Selama nunggu antrian, kami keluar dari mobil dan sempatin foto-foto, siapa lagi kalau bukan karna ide dan sedikit paksaan dari saya. Hehe.. Orang sekitar situ dan juga awak-awak kapalnya pada heran karna kita perempuan semua dengan muka ngantuk kusut tengah malam masih keliaran mau nyebrang lagi. Mereka pikir kita mo kabur dari rumah kali ya, mana si Melisa pake nenteng boneka beruang dari pacarnya lagi.

kepet

-         
            ~ Ferry lantai 3 (1.00am wita)
Di kapal, kami dapat sewa satu kamar di lantai 3 dengan biaya Rp 50.000. di dalam 1 kamar itu ada 2 tempat tidur bertingkat yang langsung kami serbu. Saya langsung memilih tempat tidur diatas, saya juga gak tau kenapa milih diatas, saya juga lupa kenapa langsung naikin tangganya dan merebahkan diri diatas sendirian, padahal tempat tidur yang saya pilih itu dekat jendela yang langsung berdekatan dengan tangga kapal, jadi disitu banyak orang lalu lalang dan angin masuk, jelas ini pilihan yang salah. Orang-orang itu jadi liatin saya tidur T.T
Biar gak mabok perjalanan, tentunya kita langsung menelan Antimo bahkan si Ita minum dua butir sekaligus, makanya dia langsung teler sampai besoknya. Awalnya itu antimo gak ngaruh sama kita, abisan bayangin aja, 6 cewek 1 kamar gimana mau tidur pasti gosipan dulu, curhat dulu, bla bla bla, tapi sampai di suatu waktu akhirnya obatnya bereaksi dan kita terlelap semua.
Sampai sekitaran jam 3 saya kebangun cuma karena goyangan kapal yang bener-bener keras, saya sampai gak bisa berdiri normal, ke toilet harus jalan merambat-rambat pegangan sama apa yang bisa dipegang. Semua kebangun, bahkan Eka dan Melisa udah gak ada dikamar karna Melisa udah muntah-muntah, cuma Ita yang tidur gak kerasa apa-apa, Masya Allah dah..
Disaat kayak gini, sumpah saya takut banget ada apa-apa, takut sakit, takut masuk angin dan takut kapal accident. Cuma bisa baca doa mohon perlindungan, baca terus sampai saya ketiduran lagi dan bangun karena bunyi bel kapal yang artinya kita udah mau masuk pintu utama jalur laut menuju Bali, Padang Bai. 
-        ~  Bali (5.00am wita)
Welcome BALI! Aduh saya udah 5 tahun gak ke Bali. Udah kayak apa ya Bali sekarang? Saya udah banyak lupa sama Bali dulu. 
Mobil kami meluncur dari dek kapal menuju halaman pelabuhan dan terus menelusuri pinggiran Bali dengan suasana yang masih gelap, udara shubuh yang segar, jalanan lengang, lampu-lampu pertokoan belum dimatikan oleh pemiliknya dan ada beberapa anjing mencari sisa-sisa makanan di tempat pembuangan sampah. Yang lain melanjutkan tidur  mereka. Saya, Eka dan Melisa yang tidak tertidur, Saya yang memang duduk di dekat jendela lebih memilih memperhatikan jalan sambil mendengarkan lagu.

-          ~ Renon (29 September 2013, 7.00am wita)
Semua sibuk dengan Hp masing-masing, membalas pesan singkat, menghubungi teman-teman untuk mencarikan penginapan murah, mengaktifkan GPS, dan membalas mention-mention dari teman yang mulai masuk ke Hp kita, isinya pesan penyemangat dan nanyain kabar.
Kita muter-muter aja di Renon, mencari rumah salah satu temannya Inka yang katanya punya satu kamar kosong di kosannya. Selama nunggu respon dari Yudi (inka’s friend), kita muter-muter dulu cari Gedung Keuangan Negara tempat dimana kita akan daftar ulang dan test. Tapi semua jalan ditutup karena itu hari Minggu dan masih Car Free Day. Selama muter-muter kita bisa lihat lingkungan Renon yang rapi, bersih dan tertib. Bagi saya Renon adalah Komplek Elite dengan taman yang terawat di sepanjang trotoar, gedung-gedung kantor dengan eksterior ukiran Bali kental, dan rumah-rumah bertingkat dengan model minimalis, cafĂ© dan restaurant internasional berjejer di antaranya, sangat modern tapi masih bernuansa tradisional. Jadi bisa saya simpulkan kalau Renon itu pusat kota Denpasar. Kalau di Mataram mungkin seperti Jalan Pejanggik tapi tentunya lebih apik Renon, atau kalau di Malang seperti Ijen.

Kami berenam pun ngekost di salah satu kosan di daerah Renon, dekat dengan Gedung Keungan Negara. Sedikit masuk gang, gang? Gak, jalan. Terlalu lebar kalau dibilang gang, terlalu kecil kalau di bilang jalan. Oke jalan aja, karena 2 mobil bisa berbarengan jalan disitu.

Setelah menurunkan semua barang dari bagasi, kami diajak memasuki pekarangan dengan halaman yang berlantai marmer. Kosan kami bertingkat, dan kamar kosong yang ditawarkan pada kami adalah kamar yang benar-benar kosong. Jauh dari ekspektasi saya sebelumnya, saya pikir minimal ada tempat tidur dan lemari, tapi ternyata? Zonk. Oke saya yang ketinggian mikir, ini kosan bukan kamar hotel. Kalau mau murah ya ini, kalau mau enak ya di Ibis atau Hard Rock.

1,2,3, satu per satu kita para gadis mengkudeta barang-barang berharga dari kamar Yudi, dan cowok sejati adalah cowok yang menerima saja dengan lapang dada barang-barangnya kita jarah dengan tak berperasaan. Meja, kasur, bantal, selimut, karpet, sampai gantungan buat baju pun kita ambil! Belum puas rasanya kita dengan “kamar baru” ini, tengah malemnyapun kita masih melancarkan jurus memelas perempuan buat meminjam harta paling berharga Yudi ditengah panasnya Kota Denpasar, yaitu: Kipas Angin. 
Setelah berbenah sedikit, Hp kami yang smartphone boros baterai kembali menjadi masalah buat Yudi, kita menyerang cokroll Yudi buat ngecharge. Kabel laptop dan Hpnya yang lagi ON kita cabut dan dengan muka innocent mengganti dengan kabel Charger Hp kita. Sebenernya mahluk seperti apa kita ini ya?

Seharusnya setelah capek terombang-ambing di tengah laut, kita istirahat? Salah besar. Kita malah siap-siap buat jalan-jalan. Antri kamar mandi, berenam gantian mandi, karna kelamaan nunggu yang ini selesai, kembali salah satu dari kami (lagi-lagi) meminjam kamar mandi Yudi. Masuk nyelonong “Yudiii, numpang mandi yak” kalimat wajib kita sampai balik lagi ke Mataram. Belum sempat yang punya jawab, kita malah udah nyalain kran dan ngunci pintu. 

Dari pagi sampai siang kita jalan-jalan , mengunjungi berbagai tempat, beli oleh-oleh, makan dan ditraktir makan. Pokoknya seneng-seneng tok, saya sendiri lupa kalau tujuan saya kesini itu buat test CPNS. Sorenya balik ke kosan, malemnya kita pergi lagi (jalan-jalan lagi) dijemput sama pacarnya Eka, Firman, dan kami memakai mobilnya yang lebih luas. Gilanya si Firman ngajak kita ngedrift di tengah jalan besar Renon, Kyaaaa!! >,<

Bali, malam hari, banyak banget yang berubah, satu yang saya suka disini yaitu masyarakatnya cuek tapi ramah kalau diajak bicara dan dimintai bantuan.  Balik ke kosan sekitar jam 11.30pm (sstt… jangan bilang-bilang ortu kita yah?) untung aja itu kosan pas ditanyain batas waktu jam malam sampe jam berapa, si Yudi bilang: Bebas!
Sampai kamar kita langsung tidur? GAK. Gak sama sekali. Kita kembali merepotkan Yudi, grasak-grusuk di kamarnya. Ngobrol sambil belajar tapi banyakan ngobrolnya. Dan ternyata kita juga dapet temen baru senasib seCPNS yaitu Beni. Dia satu almamater sama kita juga di D3 Pajak, tapi dia kakak tingkat. Makin ramelah itu kosan sama suara kita, gak pagi siang sore malam dan tengah malam sampe harus digedor dulu untuk memperingati kita buat gak ribut. Padahal di kamar-kamar lain penghuninya itu ada yang udah berkeluarga, udah kerja kantoran, dan mahasiswi. Maafkan kami tetangga. Sekarang kami baru menyesal. Secara garis besar, ini adalah pertama kalinya kita berenam ngekost. Kita yang dasarnya memang sangat ribut, rempong dan penakut memang gak seharusnya dihadapkan dalam sikon seperti ini. Sikon yang dikumpulkan dalam satu kamar sempit, tidur berhimpitan, banyak nyamuk, kepanasan, kasur tipis, rebutan selimut bantal guling dan kosan yang ada hantunya (katanya) makanya salah satu dari kita gak ada yang mau tidur dipinggir.

-        ~  Renon (30 September 2013, 7.00am wita)
Pagi-pagi banget kita udah siap di GKN buat daftar ulang. Barulah disini saya bertemu dengan teman sekampus, rata-rata dari Unram, jadi kayak reuni gak diduga-duga. Tapi emang sih, panitia sengaja menjadwalkan domisili Mataram lebih dulu daripada yang domisili Denpasar. Saat daftar ulang, gak disangka nama saya tetap menjadi “bahan” oleh panitia dan sempat salah kartu nama. Masa nama saya jadi Ida Bagus? Lahir di Buleleng lagi. Tapi gak apa-apa sih, saya jadi bangsawan di Bali dalam waktu 25 menit.
 
Sengaja emang datang pagi-pagi biar siangnya kita bisa siap-siap buaaaatt…. JALAN-JALAN ke BEDUGUL beserta nginap GRATIS, yihaa.. Oh iya, saya belum cerita ya kalau malam si Firman ngajak kita jalan-jalan kemarin dia ini ngasih kita reward buat nginap di Bedugul Gratis, tis, tis.. kita yang lagi sibuk nyemil, ngobrol, tidur-tiduran di mobil, tiba-tiba dapet kabar kayak gitu gimana gak langsung total happy, teriak gak jelas dan saling tampol. Firman yang selama di Bali kita anggap sebagai Papi dan Eka pacarnya kita sebut Mami. Karena mereka berdua aja yang sibuk ngurus 5 orang anak cewe yang ngikut aja kemana dibawa dan dibelanjain apa. Hihihi 

Setelah selesai administrasi daftar ulang, siangnya kita sempatin belanja  di Erlangga buat  keperluan di Bedugul, sore kita balik ke kosan, maghrib mulai jalan ke bedugul, sepanjang perjalanan si Ita (tetep) sakit dan saya sendiri kehabisan suara, yang awalnya radang ditambah minum air dingin (bandel sih). Denpasar ke Bedugul itu jauh. Bedugul itu kayak Sembalun kalau di Lombok. Berada di dataran tinggi yang membuat suhu disana lebih dingin dibanding Denpasar, dingin banget, gak perlu AC. Bedanya, kalau Sembalun itu wisata Lereng Gunung Rinjani, kalau Bedugul wisata Danau Beratan beserta Pura yang besar kayak gambar yang ada di pecahan uang 50.000 itu loh. 

Tiga kali kami pindah-pindah lokasi untuk mencari hotel yang benar-benar nyaman dan aman. Hotel pertama yang kami kunjungi sudah penuh. Hotel kedua yang kami datangi, bangunannya Belanda banget, dari awal memutari halamannya aja udah bikin kita ogah, bener-bener sepi, hening, gelap dan menyeramkan. Hotel ketiga gak kalah angker, hotel ini memasuki desa yang kiri kanannya ladang atau pertanian, hening sekali, saya gak lihat ada penduduk, taman di depan kamar-kamar  hotelnya tumbuh pohon beringin dan mobil tua berkarat yang sudah peyot terparkir dibawahnya, yang membuat kita persis sedang di film psikopat. Gak pake ketemu sama penjaga atau siapapun, langsung putar balik. Setelah mencari dan hampir putus asa sampai rela tidur di mobil aja, akhirnya dapat juga 2 kamar di Hotel Candi Kuning. 1 malam gak ketemu kasur “memadai”, membuat kita saat berebutan memasuki kamar dan langsung loncat gak pake lepas sepatu ke spring bed dengan selimut tebal dan bantalnya yang empuk. Dan (tetep) rebutan posisi, gak mau dipaling pinggir. Saya? Dapat ditengah dong. Di kamar ini, selalu Ita yang paling kasihan.





kamar hotel kami
blusukan dibawah selimut


-        ~  Bedugul (1 Oktober 2013, 9.00am wita)
Kita udah sarapan, udah siap-siap, untuk mengunjungi Danau Beratan. Lokasi Danau Beratan terletak di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan terletak pada ketinggian ±1240 mdpl, sehingga temperature di kawasan ini pada malam hari ±18°C dan pada siang hari ±24°C. Luas Danau Beratan sekitar 375,6 hektare dengan kedalaman rata-rata 22-48m dengan luas sekelilingnya sekitar 12km. Dan bisa dijangkau dari jalan Denpasar-Singaraja dalam waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam.

Sejarah danau ini disebut Bedugul yang berasal dari kata “Bedogol” yang konon asal mula cerita/legendanya berarti tempat Dewi Sri atau Dewi Kemakmuran bertapa untuk meminta hujan. Disini terdapat Pura Ulun Danau Beratan yang didirikan pada permulaan abad ke-17, yang berfungsi sebagai pura subak dan dijadikan sebagai tempat pemujaan Dewi Danu (pemujaan terhadap air untuk kesuburan). 

eksis dulu


jongkok di pinggir danau

Gak lengkap rasanya kalau gak ngunjungin pasar Bedugul yang menjual oleh-oleh, kerajinan tangan dan pertanian hasil dari dataran tinggi ini yaitu Strawberry dan Markisa.
seger banget yaa
Puas jalan-jalan dan capek tentunya, kita mutusin buat balik ke Renon dan gak jadi ke tempat berikutnya, Tanah Lot dan Ubud. Sadar akan besok kita mulai ke tujuan semula, Test CPNS. Huft…

-        ~  Renon (2 Oktober 2013, 6.30am wita)
Mungkin kitalah peserta yang paling pagi datang, padahal waktu ujian masih sangat lama. Semua ikut datang pagi biar sekalian jalan walau harus nunggu berjam-jam. Padahal jam ujian bertahap gitu, saya dan Indah dapat yang tahap 2, Melisa tahap 3, Inka tahap 4, hanya Eka dan Ita yang tahap pertama. 
ruang ujian dengan sistem CAT
Sebelum masuk kita verifikasi data dulu, menunggu sebentar lalu diperiksa pake metal detector udah kek teroris, tapi syukurnya panitia itu baik-baik dan ramah-ramah. Testnya bersistem CAT, bagaimana soalnya?  Soalnya sih gampang banget, tapi jawabannya, jangan ditanya. Susah! Terutama di TWK atau Tes Wawasan Kebangsaan. Jeblok. Anjlok! Goblok!

Setelah semua dari kita selesai ujian, kami menuju salah satu Restaurant milik keluarganya Eka. Disitu kita boleh pesan apa aja, makan apa aja, mau mahal mau murah, pesan aja sepuas hati. Ini reward (lagi) buat kita. Tapi kami gak bisa berlama-lama, karna Inka dan Indah harus segera boarding, iya mereka pulang lebih dulu daripada saya dan yang lain. Sedih. Kita harus makan cepat dan gak santai. Habis makan langsung ke kostan. Kita semua packing. Cepat-cepat kayak orang gila, padahal yang ngejar waktu kan cuma Inka dan Indah kenapa jadi semua gopoh? Baru sekarang nih saya sadar.

tas coklat paling besar itu punya saya 
Gak sempat pelukan dan pamit sama Inka dan Indah, karna saya harus ke toilet dan ketika keluar mereka udah masuk mobil. Dengan suara yang sudah hilang, saya hanya bisa melambaikan tangan dan memberi kode, hati-hati. See u in Mataram.
Buat mempersingkat waktu, kita bagi tugas. Inka, Indah & Ita bareng di mobilnya Firman. Si Firman nganter Inka & Indah ke Ngurah Rai lalu mengantar Ita ke Nusa Dua untuk bertemu Ayahnya (membawa terasi, nah baru sekarang ini saya juga sadar kalau itu terasi udah beberapa hari ini ikut kita sempit-sempitan di kos *jedar*). Sedang saya, Melisa & Eka di mobil Eka menuju Legian. Kenapa Legian? Iya kami memutuskan untuk mencari penginapan baru dan menginap di hotel di hari terakhir kita di Bali, karna Eka & Melisa udah gak mau di kostan itu lagi.  Sebenarnya saya kepengen banget ikutan nganter Inka & Indah serta ke Nusa Dua yang  lagi sibuk dan akan disterilisasi karna akan ada APEC dalam waktu dekat. Tapi, waktulah yang gak memungkinkan Eka nyetir kesana-kemari belum lagi kita harus menghadapi macetnya Bali. Jadi ikhlaskan saja, saya meminta untuk diturunkan di Beachwalk dan menghabiskan sisa malam terakhir itu dengan nonton film, nikmatin beberapa hiburan dan muter-muter gak jelas di Kuta, sedang Eka mencari penginapan yang pas.
enggak serem


-        ~  Legian – Kuta, Denpasar (3 Oktober 2013)
Yang paling sedih ya tanggal 3 Oktober ini. Saya ngerasa sepi banget tanpa Ita, Inka dan Indah. Yang biasanya kita selalu berenam kemana-mana tapi tiba-tiba aja itu mobil suasananya sepi. Pernah di satu moment Eka, Firman & Melisa pergi shoping, saya lebih milih diam di mobil di parkiran Mall. Disitu saya nangis. Dan ngerasa tenggorokan saya sakit kehilangan suara, rindu rumah, kangen Inka yang selalu repot nerima panggilan telpon dari orang-orang kantor, kangen Indah yang selalu dapet telpon dan diomelin abangnya, dan Ita yang selalu sakit selama perjalanan, kangen parnonya Melisa sama kostan (kangen kostan di Renon dan ngerepotin Yudi). Tiba-tiba saya sadar aja gitu, ini bukan tempat saya dan ingin segera pulang. Seharian di 3 Oktober setelah check out dari hotel, kita menghabiskan waktu di mobil, di jalan, muter-muterin Denpasar, kesana-kesini, menghabiskan waktu untuk menunggu malam dimana kita akan pulang dan menuju pelabuhan. Menuju Lombok.

Malam larut, gelap menyelimuti perjalanan menuju Padang Bai. Hanya mobil kami serta mobil Papanya Firman yang membuntuti kami dari belakang, menemani sampai di pelabuhan. Kita berlalu dengan cepat membelah jalan lengang di pinggiran Pulau Bali. See you Bali… 

-        ~  Lombok (4 Oktober 2013, 5.30am wita)

“lebih baik disini, rumah kita sendiri… segala nikmat dan anugerah yang kuasa, semuanya ada disini...”
Sawah… padi yang hijau… desa yang diselimuti kabut… dangau petani… orang-orangan sawah… lantunan ayat suci dari pengeras suara Masjid dan aktifitas penduduk… suasana ini yang menyambut saya saat memasuki gapura Selamat Datang di Lombok.
Ada perasaan lega, sedih, rindu, gak percaya. Lega sudah selesaiin test dan pulang dengan selamat. Sedih karna uang habis. Rindu sama Mataram, orang-orangnya dan rutinitas sehari-hari. Gak percaya kalau barusan balik dari (survive) Bali.
Sesampai di rumah, mama yang nyambut mobil kami. Mama menangis. Saya jadi malu, kenapa sebenarnya mama nangis padahal saya gak kenapa-napa. Mungkin karna Hp saya yang kehabisan baterai hingga buat mama khawatir dan gak bisa dihubungi sama sekali. Kalau di review ulang sekarang ini, saya masih gak percaya kalau sempat ke Bali dengan tanpa rencana, sok berani, dan keliaran sana-sini di tempat orang. Hmm..
Hoaaammpp… langsung masuk kamar gak sempat beres-beres langsung tepar plus bolak-balik toilet. Muntah-muntah, masuk angin. Syukur sakitnya pas udah di Mataram, yah jadi gak saingan sama si Ita. Eh, btw Ita manaaa...??

 

Juice's Life Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review